Jumat, 15 April 2022

TEOLOGI KRISTEN

 TEOLOGI  KRISTEN

  

  Manusia adalah makhluk yang komplek, termasuk dalam kebutuhan pencarian akan Allah yang menciptakannya sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang religius.  Dimanapun kita menemukan manusia dalam berbagai bentuk kebudayaan yang berserak diseluruh bumi, maka disana pun kia menjumpai sistem kepercayaan atau agama sebagai wadah bagi manusia untuk menyembah Tuhannya.


KONSEP DAN DEFINISI TEOLOGI


  Paling tidak ada tiga unsur yang termaksud di dalam konsep umum tentang teologi yaitu.  1.Teologi dapat dimengerti.  Teologi dapat dimengerti dipahami oleh pikiran manusia dengan cara yang teratur dan rasional.  2. Teologi menuntut adanya penjelasan.  Hal ini selanjutnya melibatkan eksegesis dan sistematis.  3. Iman Kristen bersumber pada Alkitab.  Dengan demikian teologi Kristen merupakan suatu studi yang berdasarkan Alkitab.  Jadi, teologi merupakan penemuan, penyusuna, dan penyajian kebenaran-kebenaran tentanga Allah.

 

 Istilah teologi berasal dari dua suku kata Yunani “Theos” artinya Allah, dan “Logos” artinya Pemikiran, uraian atau ilmu.  Jadi istilah teologi adalah suatu pembicaraan secara rasional tentang Allah dan pekerjaanNya.   Jadi , kata ini berarti suatu interpretasi yang rasional tentang iman keagamaan.  Dengan demikian, teologi Kristen berarti suatu interpretasi yang rasional mengenai iman Kristen.  Menyangkut hal ini Teologi Kristen berbicara tentang hal-hal yang berkaitan tentang Allah dan tentu saja teologi Kristen merupakan hasil yang diperoleh dari Alkitab sebagai titik tolak dari Teologi Kristen. 


  B.B.  Warfield (1851 – 1921) dari Princeton mendefinisikan teologi sebagai “Ilmu yang membicarakan tentang Allah dan hubungan antara Allah dan ciptaanNya.”  Teologi adalah merupakan ilmu yang positif namun terbatas oleh karena keterbatasan manusia memahami Allah itu sendiri.  Positif dalam arti teologi tidak dibangun atas dasar rekaan atau tahyul dan dongeng yang tidak rasional atau iman yang buta, melainkan dibangun di atas objek iman yang mengandung unsure pengetahuan yang benar dan nyata, meskipun objek iman itu sendiri masih menyimpan misteri menurut pemikiran manusia.  Maksud dari keterbatasan adalah menusi memahami dan mengerti tentang Allah hanya sebatas apa yang diungkapkan atau dinyatakan oleh Alkitab.  Karena bagaimana pun manusia tidak bisa memahami Allah sepenuhnya.


  C. Hodge (1797 – 1878) mengajarkan bahwa teologi berkenaan dengan yang alamiah dan yang diwahyukan.  Yang alamiah itu berhubungan dengan fakta-fakta tentang alam sejauh mana fakta-fakta itu mengungkapkan tentang Allah serta relasi manusia dengan Allah,  sedangkan Alkitab menyatakan segalanya itu dengan lebih lengkap dan otoritatif.


  Sebagai perbandingan dari pandagan teologi ortodoks di atas, bisa kita melihat  beberapa definisi lain yang diberikan oleh para tokoh lainnya.  Schleirmacher yang merupakan pionir teologi Liberalisme memaparkan bahwa “teologi sebagai usaha menganalisa pengalaman kesadaran religius yaitu perasaan ketergantungan yang mutlak.  Teologi menjadi studi empiris dari pengalaman Kristen.   Jadi pernyataan teologi lebih berkaitan dengan perasaan manusia ketimbang Allah itu sendiri.    Menurut Paul Tillich teologi adalah merupakan interpretasi metodikal dari materi pokok iman Kristen.  Bagi Tillich, masalah eksistensi Allah tidak dapat dipertanyakan atau dijawab.  Oleh sebab itu bagi Tillich hanya ada sati titik mula berteologia yang sah yakni: dimulai dari manusia dan pengalaman manusia atas realitas.    Sedangkan menurut pandangan Choan Seng Song, teologia bukanlah suatu disiplin saintifik yang berkenaan dengan Allah.  Yang benar adalah teologi itu berkenaan dengan dan bagaimana Allah memperhatikan umat manusia. Urusan teologi bukanlah untuk mempersoalkan bagaimana manusia memperhatikan Allah tetapi sebaliknya bagaimana Allah yang adalah kasih memperhatikan mansia ciptaanNya.  Song mengusulkan teologi seharusnya dimengerti sebagai antropologi.  Fokus teologi bukanlah Allah, tetapi manusia dan segala problemanya di dunia. 


  Dari berbagai pandangan terakhir mengandung kelemahan oleh karena mencoba mengindenpendenkan teologi dan diceraikan dengan Alkitab.  Kebenarannya adalah Teologi berkenaan dengan Allah dan ciptaanNya seperti yang dimengerti atau dinyatakan oleh Alkitab.  Oleh sebab itu teologi Kristen yang benar didefinisikan sebagai berikut  “Teologi adalah pengetahuan yang sistematis tentang Allah dan hubungannya dengan ciptaanNya seperti yang dinyatakan oleh Alkitab, yang ditempatkan dalam konteks kebudayaan, dikalimatkan dalam bahasa masa kini dan berhubungan dengan masalah-masalah kehidupan sehari-hari .” 


  Dengan pernyataan di atas maka dengan demikian bisa disimpulkan bahwa teologi Kristen bersifat:

  1. Bersifat Alkitabiah  -  artinya sumber utama dari teologi adalah Alkitab Kanonik yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Ukuran benar tidaknya sebuah pernyataan teologi harus dilihat dari Alkitab dan bukan ilmu pengetahuan.

  2. Bersifat  Sistematis  -  maksudnya menyingkapkan kebenaran Alkitab secara utuh dan komprehensif, tidak asal mencomot ayat-ayat Alkitab.  Seluruh Doktrin dalam Alkitab tidak pernah berlawanan satu dengan yang lain, tetapi saling bertautan satu dengan yang lain.

  3. Bersifat Budaya  -  artiya teologi Kristen berkaitan dengan masalah kebudayaan dan pengetahuan.  Alkitab mengungkapkan berbagai kebenaran lewat budaya dan peradaban manusia pada waktu itu.

  4. Bersifat Kontemporer  -  artinya sekalipun teologi membicarakan hal-hal yang abadi, namun harus disampaikan dengan menggunakan bahasa, konsep serta istilah dan ungkapan yang bisa dimengerti dalam konteks masa kini


PERLUNYA  TEOLOGI

  Pertanyaan mendasar adalah apakah teologi itu sangat perlu… ?  bila kita sudah percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselat pribadi apakah itu masih kurang.. ?  Bukankah teologi membuat semakin rumit pemahaman akan Allah, sehingga membingungkan bagi kebanyakan orang percaya khususnya mereka yang awam.  Bukankah karena teologi terjadi perpecahan pada tubuh kristus sehingga ada golongan A dan ada golongan B serta C dst.  Bukankah lembaga denominasi gereja dipecah belah oleh anutan teologi... ? Dengan fakta-fakta ini masihkah kita memerlukan teologi sebagai orang percaya ?   

Beberapa alasan mengapa gereja memerlukan teologi.

  1. Teologi penting karena kepercayaan doktrinal yang tepat dibutuhkan dalam hubungan orang percaya dengan Allah.  Untuk meneguhkan iman orang percaya terhadap apa yang ia percayai maka dibutuhkan penjelasan yang akurat tentang sifat-sifat Allah dan keberadaanNya. Pengenalan akan Allah yang sempurna menuntut informasi yang tepat dan benar.

Kepercayaan orang Kristen akan keilahian Yesus Kristus, harus disertai dengan berbagai fakta yang Alkitabiah, sebab jika tidak demikian maka keilahian akan Kristus akan diragukan oleh banyak orang. Kerguan akan Keilahian Kristus berarti tidak mempercayai Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia. Atau seperti golongan ”doketisme” yang mempercayai bahwa Yesus tidak sungguh-sungguh menjadi manusia, dia hanya kelihatan seperti manusia.

  1. Teologi dibutuhkan karena kebenaran dan pengalaman saling berkaitan.  Kebenaran akan menguraikan pengalaman orang Kristen, dan orang Kristen mempunyai pengalaman karena adanya suatu kebenaran.  Di dunia ini banyak unsur yang berusaha untuk membelokkan iman Kristen, tetapi teologi bekerja agar setiap orang bisa tetap ada dalam imannya.

  2. Teologi diperlukan karena dewasa ini ada banyak pilihan-pilihan dan tantangan yang harus dihadapi oleh orang percaya.  Pilihan-pilihan sekuler cukup banyak termasuk faham humanisme yang menjadikan manusia sebagai objek yang tertinggi dari segalanya.  Daya tarik dari berbagai golongan agama dan kepercayaan, dunia modern yang menawarkan segala kepuasan jasmaniah, serta tantangan-tantangan yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. 

 



PEMBAGIAN CABANG-CABANG TEOLOGI

  Sekalipun para teolog mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang pembagian pokok teologi, namun secara umum ilmu teologi dibagi dalam beberapa bagian pokok antara lain :

 

A.  Teologi Historis

  Teologi Historika  -  menyelidiki  tentang sejarah umat manusia dalam Alkitab dan gereja sejak Kristus,  termasuk didalamnya : Sejarah Alkitab, sejarah gereja, sejarah pekabaran Injil, dll.        Teologi historis berpusat pada apa yang dipikirkan oleh mereka yang mempelajari Alkitab mengenai ajaran-ajarannya, baik secara perorangan maupun bersama-sama, seperti yang diputuskan dalam konsili-konsili gereja.  Teologi histories menujukkan bagaimana gereja telah merumuskan mana yang  benar dan mana yang salah, serta berguna untuk memberikan tuntunan kepada ahli teologi dalam pemahamanya sendiri maupun dalam pernyataan mengenai doktrin.  Seorang yang belajar teologi dapat menjadi lebih efisien dalam pemahamannya sendiri tentang kebenaran dengan cara mengetahui semua sumbangan (kontribusi) maupun kesalahan dalam sejarah gereja.  Apabila dirasa tepat, saya akan memasukkan sejarah tentang doktrin tertentu di dalam buku ini


B.  Teologi Alkitab

  Teologi  Biblika  (Eksegetis),  menyelidiki apa yang tertulis dalam Alkitab.  Termasuk dalam hal ini seperti  Pengantar PL dan PB, Tafsir PL dan PB,  Teologi PL dan PB, Hermeneutika, Bahasa Ibrani dan Yunai.

Meskipun istilah teologi Alkitab telah digunakan dalam berbagai macam cara, namun istilah itu dimaksudkan untuk memberikan nama suatu focus yang khusus dalan studi teologi.  Dalam pengertian non teknis, bias mengacu kepada suatu  teologi piestis (yang berbeda dengan teologi filsofis), atau mengacu kepada sutau teologi yang berdasarkan Alkitab (yang berbeda dengan teologi yang berinteraksi dengan pemikir masa kini), atau mengacu kepada teolidi eksegeti (yang berbeda dengan teologi spekulatif).  Beberapa teologi Alkitab masa kini (kontemporer) dari perspektif liberal termaksud dalam kategori yang terakhir ini, eksegetis walaupun eksegesis tidak selalu meyatakan pengajaran Alkitabiah secara tepat.  Sering juga karya-karya mereka meruapan suatu penjelasan secara terus-menerus dari seluruh Alkitab yang diikat dalam kebersamaan oleh kategori tertentu yang luas seperti kerajaan atau perjanjian atau Allah (jika teologi Alkitab Perjanjian Lama), atau berbagai kategori seperti pengajaran-pengajaran Yesus, Paulus dan kekristenan mula-mula (jika teologi Alkitab Perjanajian Baru).

Secara teknis, teologi Alkitab memiliki focus yang lebih tajam dari pada sekedar hal itu.  Secara sistematis hal tersebut menguraikan kondisi perkembangan secara histories tentang penyataan diri Allah di dalam Alkitab.  Empat ciri khas muncul dari definisi ini.

1. Hasil-hasil studi mengenai teologi Alkitab harus disajikan dalam suatu bentuk sistematis.  Dalam hal ini adalah sama seperti bidang-bidang lainnya dalam studi Alkitab dan teologis.  Sistem atau pola yang digunakan dalam penyampaian teologi Alkitab tidak akan berarti harus menggunakan, kategori yang sama seperti yang digunakan teologi sistematika.  Hal ini tidak harus selalu menggunakannya, tetapi juga berarti tidak harus menolaknya.

2.Teologi Alkitab memusatkan perhatiannya pada bidang sejarah di mana penyataan Allah muncul.  Teologi Alkitab menyelidiki kehidupan para penulis Alkitab, keadaan-keadaan yang mendorong mereka untuk menulis, dan situasi histories para peneriam tulisan-tulisan mereka.

3. Teologi Alkitab mempelajari penyataan dalam urutan progesif di mana penyataan tersebut diberikan.  Teolodi Alkitab mengakui bahwa penyataan itu tidak lengkap hanya melalui tindakan pihak Allah saja, tetapi harus dibeberkan dalam suatu urutan yang berkelanjutan dalam berbagai tingkatan dengan cara menggunakan orang-orang lain dari berbagai latarbelakang.  Alkitab merupakan catatan tentang perkembangan penyataan, dan teologi Alkitab memusatkan perhatiannya pada hal itu.  Kebalikannya, teologi stematika menganggap penyataan sebagai suatu keseluruhan yang lengkap.

4. Teologi Alkitab mendapatkan sumbernya di dalam Alkitab.  Sebenarnya teologi sistematika ortodoks demikian juga.  Hal ini tidak dimaksudkan  bahwa teologi Alkitab maupun sistematika tidak dapat mencari  atau memperoleh bahan dari sumber-sumber lain,tetapi teologi atau doktrin itu sendiri tidak berasal dari manapun selain dari Alkitab.


C.  Teologi Sistematika

  Teologi Sistematika  -  menyelidiki apa yang menjadi pokok-pokok kpercayaan Alkitab dan bagaimana hidup dengan kepercayaan tersebut.  Cabang ini juga sering disebut sebagai Dogmatika yang menyangkut : Allah, Antropologi dan hamartologi, Kristologi,  Soteriologi, Pneumatologi, Eklesiologi, Eskatologi, dll. 

  Teologi sistematika menghubungkan data tentang penyataan Alkitab secara menyeluruh untuk menujukkan gambaran total mengenai penyataan diri Allah secara sistematis.    Teologi sistematikan bisa meliputi berbagai latar belakang histories, apologetic dan pembelaan, serta karya eksegetis.  Tetapi, fokusnya terletak pada struktur total tentang doktrin Alkitab.


D. Teologi Praktika

Teologi Praktika  -  Membahas tentang penerapan pokok-pokok teologi dalam kehidupan praktis, untuk meningkatkan dan menumbuhkan iman seseorang kepada Kristus.  Yang termasuk dalam cabang teologi ini adalah : Homiletika, Pendidikan Agama Kristen, Penginjilan, Administrasi gereja dan kepemimpinan, Etika dan Apologetika, dan yang berhubungan dengan pelayanan praktis lainnya.


E. Teologi  Religi /Agama

Teologi  Religi  -  Berperan untuk menyelidiki agama-agama dan teologianya di luar agama Kristen, misalnya : Islamologi, Hindu, Budha, Konghucu dan aliran agama lainnya, yang ditinjau dari sudut pandang teologi Kristen yang Alkitabiah.

 

  Ringkasnya : Teologi adalah penemuan, penyusunan, dan penyampaian kebenaran-kebenaran tentang Allah.  Teologi histories menyelesaikan masalah ini dengan  cara memusatkan perhatian pada apa yang telah dikatakan oleh pihak-pihak lainnya mengenai kebenaran-kebenaran tersebut sepanjang sejarah.  Teologi Alkitab melakukan hal ini dengan cara meneliti penyataan progresif tentang kebenaran Allah.  Teologi sistematika menyampaikan sturktur totalnya.


TEOLOGI  DAN AGAMA

  Istilah agama banyak digunakan dalam berbagai arti yang sangat berbeda oleh kelompok-kelompok masyarakat.   Agama dapat diartikan secara umum sebagai pemujaan dan perbuatan bakti kepada Tuhan, dewa atau berhala lainnya.  Agama dapat diungkapkan dalam bentuk-bentuk ibadat kepada Tuhan atau dewa. Agama dapat juga berarti kesetiaan kepada siapa pun atau apa-pun.  Secara khusus agama dapat menunjukkan kepada suatu sistem iman dan ibadat kepada Tuhan. Orang yang beragama adalah orang yang sadar akan keberadaan Allah serta akan hidup sesuai dengan ketentuan-ketentuanNya.  Agama kristen merupakan kesadaran akan adanya Allah yang benar dan merupakan tanggungjawab manusia untuk menyembahNya.

  Hubungan antara teologi dan agama adalah hubungan akibat-akibat yang dihasilkan oleh sebab-sebab yang sama, tetapi dalam ruang lingkup yang berbeda.  Dalam pemikiran dunia sistematis, kenyataan-kenyataan mengenai Tuhan serta hubunganNya terhadap alam semesta menghasilkan TEOLOGI.  Dalam lingkup kehidupan pribadi dan kolektif, keberadaan Tuhan serta hubunganNya terhadap alam semesta menghasilkan AGAMA.  Dengan kata lain dalam teologi manusia menata perenungannya tentang Tuhan dan alam semesta, sedangkan dalam agama manusia mengungkapkan sikap dan tindakanya sebagai pengaruh dari perenungannya tentang Tuhan. 

TEOLOGI  DAN  FILSAFAT


  Sekalipun diantara teologi dan filsafat mempunyai banyak kesamaan, namun keduanya sama seakali tidak bisa disamakan, sebab keduanya mempunyai dasar dan pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuannya.  Teologi bertitik-tolak dari keyakinan adanya Allah dan bahwa Ia adalah sumber dari segalanya kecuali dosa,  sedangkan filsafat bertitik-tolak dari anggapan pikiran bahwa hal yang ada itu sudah ada dan cukup memadai untuk menjelaskan segala sesuatu yang ada.  Bagi beberapa filsafat kuno menganggap yang ada itu adalah air, udara dan api.  Filsuf yang lain berkata bahwa yang ada itu adalah pikiran atau ide, sedangkan bagi yang lainnya berkata yang ada itu adalah alam semesta, kepribadian, hidup atau apa saja.  Teologi tidak hanya sekedar bertolak dari keyakinan adanya Allah, tetapi juga berkeyakinan bahwa Allah telah berkenan menyatakan diriNya.  Filsafat menolak adanya Allah maupun bahwa Ia telah berkenan menyatakan diriNya.  Jadi jelas bahwa teologi bertumpu sepenuhnya pada suatu dasar yang objektif, nyata dan kokoh, sedangkan filsafat bertumpu kepada dugaan-dugaan dan perkiraan dari filsuf itu sendiri.   

  Sekalipun demikian tidak berarti keduanya tidak memiliki keterpautan antar keduanya. Justru dalam sejarah gereja bidang ilmu yang paling banyak berinteraksi dengan teologi adalah filsafat, sebab mereka sama-sama menyelidiki objek yang tidak kelihatan, itu sebabnya para teolog dan para filsuf pada abad-abad permulaan sejarah  gereja sampai abad pertengahan keduanya saling mempengaruhi,  sekalipun ujung-ujungnya tidak bisa disatukan karena bertolak dari dasar penyelidikan yang berbeda.


Beberapa Pandangan Tentang Hubungan antara Teologi dan Filsafat

  1. Tidak ada hubungan sama sekali  -  Argumentasi ini diungkapkan oleh Tertulianus pada abad pertama dan kedua.  Ia berkata bahwa filsafat tidak dapat menyumbangkan apa-apa kepada teologi Kristen. Ia menggunakan istilah yang sangat terkenal untuk menggambarkan hal ini : ”apa yang sama antara Atena dan Yerusalem”,  ”apa kesamaan antara penganut ajaran sesat dengan iman Kristen”.  Untuk itu ia menghimbau kepada seluruh orang percaya menjauhi aliran filsafat, karena iman tidak timbul oleh karena filsafat.  Teori ini juga dianut oleh tokoh reformasi Marthin Luther yang menentang  fisafat skolastik katolik yang diajarkan oleh Thomas Aquina.

  2. Teologi dapat diuraikan oleh filsafat dengan jelas  -  Augustinus adalah teolog yang menganut teori ini.  Augustinus menekankan pentingnya iman dan penerimaan wahyu Alkitab, namun filsafat juga bisa membantu kita memahami teologi Kristen dengan lebih baik.  Augustinus menerima filsafat Plato karena ia menemukan di dalamnya suatu wahan untuk mengungkapkan teologi. Ia menyesuaikan filsafat Plato dengan doktrinnya tentang pencerahan yatu terang yang menerangi setiap orang telah datang ke dalam dunia (Yoh. 1:9), terang itu adalah Allah yang mencetak bentuk-bentuk murni pada intelek manusia.

  3. Filsafat meneguhkan teologi  -  Ketika teologi Kristen mulai berjumpa dengan kekafiran serta agama-agama non Kristen, perlu ditemukan suatu dasar netral untuk mendirikan kebenaran amanat yang berwibawa. Thomas Aquina menemukan landasan nentral tersebut di dalam argumentasi Aristoteles yang mendukung adanya Allah.  Bahkan metafisika perpindahan hakekat ciptaan aristotels dijadikannya sebagai dasar pengkalimatan doktrin pentingnya seperti kehadiran Kristus yang nyata dalam ekaristi.  Artinya dalam pengertian ini teologi memperoleh krdibilitasnya dari filsafat.

  4. Teologi pada dasarnya dapat dinilai oleh filsafat  -  dari adanya anggapan dasar bahwa teologi dapat dibuktikan oleh filsafat, munculah perkembangan logisnya yaitu bahwa teologi harus dibuktikan oleh filsafat agar dapat diterima.  

  5. Dalam beberapa kasus filsafat memberi isi kepada teologi -  George Hegel misalnya menafsirkan agama Kristen menurut filsafat idealismenya sendiri.  Hasilnya adalah kekristenan yang sudah dirasionalkan secara menyeluruh.  Hegel menganggap kebenaran-kebenaran  agama Kristen sebagai sekedar contoh kebenaran universal, yaitu suatu pola dialetik yang diikuti oleh sejarah. 


Penggunaan Filsafat oleh Teologi

  Dalam bukunya Millard J. Erickson menawarkan dua macam pedoman /sikap kita dalam menggunakan filsafat dalam berteologi yaitu :

  Pedoman Pertama : agar tetap diselaraskan dengan berbagai praduga fundamental kita, wahyu akan menentukan isi teologi dan bukan filsafat.  Sekalipun filsafat akan digunakan, akan tetapi kita tidak akan mengikuti suatu sistim filsafat tertentu,  justru kita harus menegakkan otonomi teologi, sehingga dengan demikian pengembangan isi yang telah dinyatakan tidak perlu disesuaikan dengan suatu sistem filsafat tertentu.    Jadi bertitik-tolak dari penyataan wahyu Allah sebagai pencipta segala sesuatu yang ada, hendaknya seorang teolog Kristen harus memanfaatkan kemampuan nalar yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya untuk memecahkan semua implikasi yang tersirat didalam kumpulan kebenaran yang telah dinyatakan.  Dalam pengertian yang lain seorang teolog Kristen berfilsafat dari posisi atau sudut pandang yang disediakan oleh wahyu ilahi

  Pedoman Kedua : harus menganggap filsafat sebagai suatu kegiatan, dan bukan sebagai suatu sekelompok kebenaran.  Filsafat mampu berfungsi dari sudut pandang manapun dan dengan perangkat data apapun, dengan demikian filsafat merupakan suatu sarana yang dapat dipergunakan oleh teologi.  Filsafat analitis bertujuan untuk memperjelas dan memperluas istilah-istilah, konsep-konsep dan argumen-argumen yang terdapat dalam teologi.   Kita mempergunakan filsafat untuk mengembangkan kemampuan kritis dan penyelidikan kita dalam mengerkana teologi. Filsafat bisa dipergunakan dalam beberapa hal:

  • Untuk mempertajam pengertian kita tentang suatu konsep teologi

  • Untuk membantu kita menemukan praduga yang tersembunyi di balik suatu gagasan atau sistem berpikir.

  • Untuk membantu kita merunut berbagai implikasi dari suatu gagasan

  • Untuk membantu kita menyadari perlunya menguji setiap pernyataan kebenaran














BAB  II

DOKTRIN KRISTEN


A.  Pengertian Istilah

  Doktrin berarti : Pengajaran kebenaran, berasal dari kata ”Apostle$ didache” (Apostles didache) Kis. 2 : 42.  Pengajran kebenaran dalam pengertian ini adalah merupakan suatu prinsip atau hakekat dari suatu kepercayaan dan kebenaran yang dimaksud merujuk kepada Firman Allah atau bersumber dari Alkitab.  Jika dikatakan Doktrin Kristen berarti pengajaran tentang kebenaran yang dinyatakan oleh Alkitab.  Mempelajari doktrin adalah merupakan sebuah keharusan bagi setiap orang percaya, sebab setiap doktrin yang diajarkan dan diterima sangat mempengaruhi karakter kehidupan setiap orang.  Doktrin yang benar akan menghasilkan kebenaran dalam sikap dan kepercayaan, sedangkan bila doktrin yang diterima salah maka akan mempegaruhi sikap dan tindakan setiap orang.


B.  Pentingnya Doktrin

  Doktrin dinilai sangat penting dalam kehidupan iman Kristen oleh karena beberapa alasan antara lain :

  1. Doktrin berkaitan dengan eksistensi hidup di masa yang akan datang.  Bila ada orang yang menganggap doktrin tidak begitu penting dalam kehidupan itu merupakan suatu kesalahan, sebab kepercayaan atau keyakinan yang kokoh lahir dari doktrin yang kuat dan benar (Alkitabiah).

  2. Doktrin menentukan sikap dan karakter kehidupan Kristen di masa kini.  Pemahaman terhadap doktrin yang benar akan mempengaruhi tindakan dan pengalaman yang benar, sedangkan pemahaman doktrin yang salah akan menghasilkan tindakan, sikap dan pengalaman kristen yang salah.

  3. Doktrin menghindarkan setiap orang dari penyimpangan.  Pemahaman yang hanya berdasarkan kepada world view (pandangan alami tentang Allah dan alam semesta) tidak cukup memadai untuk mengerti kebenaran.  Kebenaran akan memimpin setiap orang kepada arah yang jelas dan tepat.

  4. Doktrin memperlengkapi setiap orang untuk mengerti seluruh kehendak dan rencana Allah dan akan menyingkapi segala sesuatu dalam berdasarkan Firman Allah / Alkitab.

  5. Doktrin melindungi iman setiap orang percaya terhadap berbagai serangan doktrin yang tidak sehat.


Berbagai pandangan yang berkembang di masa kini menyangkut soal penting tidaknya doktrin dalam gereja, bahkan banyak golongan berpandangan doktrin tidak begitu penting dengan dalih-dalih seperti rohani. Beberapa pendapat diantaranya adalah :

  1. Tidak ada catatan Alkitab bahwa Yesus atau para Rasul merumuskan atau membuat suatu sistem doktrin yang sudah baku sehingga harus diikuti oleh gereja masa kini.

Sanggahan : Hai itu tercatat dalam Kis. 2 : 42,  Yesus dan para Rasul memang tidak membuat catatan doktrin Kristen secara sistematis, namun demikian seluruh ajaranNya merupakan fondasi dari Alkitab yang merupakan sumber utama doktrin

  1. Gereja tidak membutuhkan doktrin, karena doktrin justri sering menjadi pemicu perpecahan gereja.

Sanggahan : Doktrin sudah ada sebelum gereja ada.  Gereja bukanlah pencetus doktrin, karena Allah sendiri pemilik dari doktrin. Perpecahan gereja bukan karena doktrin, tetapi banyak manusia (hamba-hamba Tuhan) yang mengedepankan kedagingan, nafsu dan ambisi menjadikan dokrin sebagai alat perpecahan.

  1. Tidak menjadi masalah apa yang kamu percayai, yang lebih penting adalah siapa yang kamu percayai.

Sanggahan  :  Tidak mungkin bisa kita memisahkan Kristus dari ajaranNya, Kristus dan FirmanNya adalah satu.  Seseorang tidak dapat hanya menerima Kristus tetapi menolak / tak peduli dengan ajaranNya. Jika menerima Kristus dengan sepenuhnya itu berarti menerima doktrinNya sepenuhnya (Yoh. 7:16-17).

  1. Doktrin itu kering, kaku, tumpul dan mati sehingga tidak begitu berfaedah atau berguna bagi kita pada masa kini, yang dibutuhkan adalah pengajran praktis dan pengalaman rohani.

Sanggahan :  Pernyataan di atas hanya setengah benar.  Sekalipun doktrin itu dalam penyampaiannya sering membosankan dan kering atau kaku, namun masalah seperti ini bukan pada doktrinnya tetapi kepada pengajarnya.  Pengajaran praktis dan pengalaman rohani penting dan tidak boleh terabaikan, akan tetapi bila hal ini tidak disrtai dengan doktrin yang benar bisa menyebabkan penyimpangan.


C.  Sumber Doktrin Kristen

  Alkitab adalah merupakan sumber satu-satunya dari doktrin iman Kristen. Pengajaran di luar Alkitab tidak termasuk dalam doktrin Kristen atau hal itu merupakan penyimpangan.  Adapun pilar-pilar utama dari doktrin yang ada dalam Alkitab adalah :

  1. Doktrin tentang Allah (Teologi Proper)

  2. Dotrin tentang Kristus (Kristologi)

  3. Doktrin tentang Roh Kudus (Pneumatologi)

  4. Doktrin Tentang Manusia (Antropologi)

  5. Doktrin Tentang Dosa (Hamartologi)

  6. Doktrin Tentang Malaikat dan Iblis (Angeliologi dan Satanmonologi)

  7. Doktrin tentang Keselamatan (Soteriologi)

  8. Doktrin tentang Gereja (Ekklesiologi)

  9. Doktrin tentang Akhir Zaman (Eskatologi)

















BAB  III

D O G M A T I K A


A.  Istilah dan Definisi 

  Istilah dogmatika berasal dari kata ”dogma” (dogma) dari kata kerja ”dokein”(dokein) yang artinya adalah menduga atau mengira.  Kata ini dari mulanya digunakan dalam beberapa hal seperti : 

  1. Pendapat / pandangan

  2. Buah pikiran dari seorang filsuf

  3. Keputusan atau ketetapan pemerintah. 

Sedangkan pada masa  Perjanjian Baru kata ini digunakan dalam arti : 

  1. Dekrit Kaisar (Luk. 2:1, Kis. 17:7)

  2. Ketentuan hukum Taurat (Ef. 2:15, Kol. 2:14)

  3. Keputusan yang diambil oleh Sidang para Rasul dan Penatua di kota Yerusalem (Kis. 16:4, 15:1-2 & 19-20).


Selanjutnya sesudah abad ke 2 Masehi, Dogma dipahami sebagai pengajaran yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus atau sebagai eksposisi dari kebenaran berita Injil. Dari berbagai pengertian di atas, akhirnya sampai kepada pengertian ”rumusan kepercayaan gereja Kristen”.

  R. Soedarmo mendefinisikan dogma sebagai: hasil penyelidikan orang percaya tentang Firman Tuhan yang ditentukan oleh gereja dan diperintahkan untuk dipercayai.  Sedangkan GC Van Niftrik dan BJ. Boland mendefenisikan dogma sebagai : Suatu ajaran, suatu rumusan tentang kebenaran keagamaan atau suatu pasal kepercayaan dari Gereja.


Dari berbagai rumusan definisi di atas maka kita bisa melihat tiga unsur penting dogma:

  1. Hasil penyelidikan

  2. Firman Tuhan sebagai dasar

  3. Yang menentukan dogma adalah gereja dan bukan ahli teologi.


         Gereja Roma Katolik memandang ”tradisi” (ajaran para Rasul dan Bapa-bapa gereja yang tidak tertulis dalam Alkitab) juga sebagai dasar dari dogma.  Roma Katolik juga berpendapat bahwa Dogma adalah merupakan suatu ajaran gereja yang tidak dapat salah dan tidak dapat ditentang.  Akan tetapi Marthin Luther yang dikenal dengan pelopor reformasi gereja pada abad ke 16 menentang pendapat gereja Roma Katolik.  Dengan ungkapan Sola Scriptura, dia ingin menegaskan bahwa Paus dengan segala aturan-aturannya yang dianut oleh gereja tidaklah mutlak.  Menurutnya dogam adalah sebagai hasil dari usaha manusia dan tidak sama dengan Firman Tuhan, sehingga ada kemungkinan untuk salah. Firman Tuhan adalah merupakan sumber dari dogma, oleh sebab itu dogma harus terus menerus dikontrol oleh Firman Tuhan, jika ada dogma yang tidak sesuai maka harus segera diubah.  Jadi kebenaran suatu dogma yang dianut oleh gereja harus diukur dengan Firman Tuhan.


B.  Perbedaan Doktrin dan Dogma

  • Doktrin adalah ”penyataan Allah tentang kebenaran sebagaimana ditemukan dalam Alkitab.  

  • Dogma adalah rumusan gereja yang dinyatakan dalam pengakuan iman tentang kebenaran yang diperoleh dari penelitian Alkitab.


C.  Pentingnya Dogmatika

  • Memberikan pegangan yang kokoh dan jelas kepada anggota jemaat sehingga mereka tidak mudah tersesat ataupun disesatkan (1 Tim. 4:1-16,  2Pet. 3:17-18)

  • Dengan adanya Dogmatika maka gereja bersikap mawas diri terhadap apa yang diberitakannya, agar supaya pemberitaannya tidak menyimpang.


D.  Tugas Dogmatika

  Dogmatika adalah merupakan kegiatan dari ilmu teologi yang bertugas untuk :

  1. Menyelidiki dan membuktikan apakah dogma-dogma gereja sesuai atau tidak dengan Firman Tuhan

  2. Merumuskan pengertian-pengertian pokok di dalam Alkitab misalnya menyelidiki tentang Allah, Kristus, Keselamatan, Roh Kudus dst.

  3. Menanggapi dan menyanggah ajaran-ajaran atau pandangan-pandangan dari luar kekristenan

  4. Menjelaskan atau merumuskan doktrin-doktrin Kristen (lewat mengamatan dan menyelidikan dengan seksama) secara praktis dan aplikatif.


E.  Metode / Cara  Kerja Dogmatika

  Metode kerja dogmatika tidak bisa keluar dari Alkitab sebagai ukuran dalam mengungkapkan kebenaran.  Selain berpedoman kepada Alkitab sebagai tolak ukur utama Dogmatika juga bekerja dengan memperhatikan pengakuan iman Rasuli, Pandangan-pandangan Bapa-bapa Gereja dan para reformator dan pemikiran para teolog yang telah dirumuskan.

  Dalam melakukan tugasnya dogmatika perlu dibantu oleh disiplin ilmu teologi lainnya seperti: ilmu tafsir yang benar (Hermeneutik, Eksegese dan eksposisi) sehingga menghasilkan hasil yang benar (Alkitab berbicara).

























BAB  IV

P E N Y A T A A N


A.  Pengertian Istilah

  Istilah ”peniyataan” memiliki akar katadari bahasa Ibrani ”Gala” (gala) yang artinya adalah keadaan telanjang (band. Kel. 20:26), padanan kata ini dalam bahasa Yunani adalah ”Apokalipto” (apokalipto) yang artinya adalah ”menyingkapkan”,  menanggalkan, membuka selubung, menunjukkan yang tersembunyi atau memberitahukan hal yang tak dikenal. Dalam pengertian teologis penyataan dikenal sebagai tindakan Allah yang didorong oleh Kasih karunia menyatakan atau menyingkapkan diriNya kepada manusia atau membuat diriNya dikenal oleh manusia.

  Penyataan berbeda dengan pernyataan atau wahyu.  Pernyataan artinya suatu statement, dekrit atau pendapat yang disampaikan,  dan wahyu adalah pesan atau hal-hal tentang Allah yang diperlihatkan kepada manusia yang sifatnya abstrak. Sedangkan penyataan penyingkapan yang tersembunyi secara nyata. 


B.  Perlunya Penyataan

  Agama Kristen adalah agama yang lahir dari Penyataan diri Allah dalam diri Yesus Kristus.  Penyataan dinilai sangat perlu karena bebera alasan yaitu:

  1. Manusia adalah makhluk  ciptaan yang tidak tahu segalanya.   Allah dan manusia mempunyai hakekat yang berbeda,  Allah sebagai pencipta tidak tergantung kepada siapapun (independent) karena Dialah awal dari segalanya Alfa dan omega),  sedangkan manusia merupakan makhluk ciptaan yang terbatas dan bergantung sepenuhnya kepada penciptanya (dependent).  Allah mengenal segala-galanya termasuk diriNya dan ciptaanNya, sedangkan manusia tidak tahu apa-apa tentang Allah jika Allah tidak menyatakan diriNya, sehingga manusia memperoleh pengetahuan yang cukup tentang Allah.

  2. Karena manusia telah jatuh ke dalam dosa.  Kejatuhan manusia dalam dosa sangat mempengaruhi keberadaan manusia khususnya tentang realitas moral dan spiritual.  Dosa telah membuat manusia buta dan bodoh tentang perihal Allah (Roma 1:18,   I Kor. 1:21).  Pengertian sejati tentang Allah tidak bisa dicapai oleh akal budi manusia, sehingga manusia memerlukan penyataan Allah.


C.  Bentuk  Penyataan

I.  Penyataan Umum

  Penyataan umum adalah penyataan diri Allah kepada semua manusia ciptaanNya,  sehingga lewat penyataan ini dimungkinkan setiap orang mengerti akan adanya Allah yang berkuasa atas segalanya. Dalam penyataan umum Allah menyatakan diriNya atau mengungkapkan diriNya lewat beberapa unsur yaitu :

  1. Alam semesta (karya ciptaanNya) Maz. 19:1-5;  Kis. 17:26;  Roma 1:20.

  2. Hati nurani / norma moral  (Roma 2:14-15).

  3. Sejarah hidup manusia dan berbagai peristiwa lainnya (Amos 9:7;  Maz. 33:10).

Fungsi  Penyataan umum :

  1. Menyatakan anugerah Allah, dengan tujuan supaya manusia semakin lebih mengenal dan mengasihi Allah 

  2. Menyaksikan keberadaan Allah dan kuasaNya.

  3. Meneguhkan manusia dalam memberi sanksi khusus kepada hukum moral sehingga kejahatan terkendali, karena manusia bisa membedakan antara yang baik dan yang jahat.

  4. Menyatakan kesalahan manusia, sehingga setiap orang yang menolak penyataan Allah akan mengalami penghukuman secara adil.

Sekalipun penyataan umum bersifat dinamis dan berkesinambungan, namun demikian tidak sampai membawa kepada keselamatan, karena melalui penyataan umum manusia hanya sampai kepada kesadaran akan adanya Allah serta adanya hukuman atas dosa.  Sedangkan penyataan khusus membawa kepada pengenalan akan Allah yang menyelamatkan dan bukan hanya kepada kesadaran. Walaupun demikian penyataan umum tetap penting dalam keselamatan, sebab ia memimpin seseorang dalam penyataan khusus,  tanpa mengenal penyataan umum maka tidak bisa mengerti dan menerima penyataan khusus dengan sempurna.



II.  Penyataan  Khusus

  Oleh karena penyataan umum masih terbatas, maka Allah menyatakan diriNya secara lebih lengkap dan jelas melalui penyataan khusus.  Adapun media dari penyataan khusus adalah :

  1. Pribadi Yesus Kristus (Firman Allah yang Hidup Yoh. 1:14,18).  Lewat inkarnasi Kristus Allah menyatakan diriNya kepada manusia, sehingga di dalam Kristus manusia tidak saja dimampukan untuk menyadari adanya Allah, tetapi juga dimampukan untuk mengenal Dia secara pribadi serta menerima karya keselamatan yang ada di dalamNya.

  2. Alkitab (Firman Allah yng tertulis).  Alkitab dengan jelas, lugas dan progresif memperkenalkan Allah dengan segala atribut dan karyaNya kepada setiap umat manusia, sehingga manusia dimungkinkan memiliki pengetahuan dan pengenalan akan Allah sejauh penyataan Allah itu sendiri.


Penyataan umum objeknya adalah manusia sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah, sedangkan objek dari penyataan khusus adalah   ”manusia sebagai orang berdosa dan memerlukan keselamatan.”   Namun demikian sekalipun kenyataannya sudah ada penyataan khusus, tidak menjadi otomatis bahwa semua manusia diselamatkan dari hukuman dosa, sebab kenyataannya adalah ”ada manusia yang menolak dengan kehendak bebasnya dan ada juga manusia yang menerima dengan segala kesadarannya”.


D.  Pemahaman Tentang Penyataan Dalam Sejarah

  Pemahaman yang terdahulu tentang penyataan umum, banyak orang yang memunculkan pertanyaan yaitu:  Apakah melalui penyataan umum di atas manusia dapat sampai kepada pengenalan yang benar tentang Allah ?  Menurut beberapa teolog dan anutan gereja Roma Katolik menjawab ”ya / bisa”.  Dari jawaban ini pada akhirnya melahirkan yang disebut dengan ”Teologi Naturalis”.  Paham ini mengajarkan bahwa ada dua unsur penting yang terlibat untuk mengenal Allah yaitu:

  1. Sumber Supranatural  –  Dinyatakan dengan penyataan dan ditanggapi atau diterima dengan iman.

  2. Sumber Natural  -  Dinyatakan dengan akal budi dan ditanggapi dengan akal.


Untuk menyingkapi hal ini pada dasarnya Gereja Roma Katolik kurang konsisten, sebab disisi yang lain Roma Katolik juga berkata bahwa dosa telah merusak bakat supranatural manusia, yang tersisa adalah tinggal bakat natural, sehingga manusia masih bisa menjangkau / mengenal Allah melalui sumber naturalnya (akal budi).


Sanggahan terhadap pandangan Naturalis

  Dosa bukan saja hanya merusak bakat supranatural manusia, tetapi melumpuhkan seluruh kemampuan manusia sehingga dalam keadaan dosanya manusia tidak mampu lagi untuk mencari Allah.  Kebenarannya adalah bukan manusia yang mencari Allah tetapi Allah yang mencari manusia, dan inilah hakekat dari iman kekristenan.  Kepercayaan iman Kristen bukan memoles yang jelek supaya menjadi bagus, namun mengubah manusia berdosa secara total dan menjadikannya manusia yang baru (Lahir Baru, 2 Kor. 5:17).  

  Pandangan gereja Roma Katolik dengan teologi naturalisnya juga ditolak oleh tokoh reformator baik Marthin Luther maupun Johanes Calvin.  Menurut Luther : manusia tidak mempunyai kemampuan sedikitpun untuk dapat mengenal Allah, dalam hal ini akal manusia praktis hanya seperti batu atau kayu saja yang merupakan benda-benda mati.  Sedangkan Calvin mengungkapkan ”Di dalam diri manusia sebenarnya sudah tertanam kesadaran akan Allah, hal itu dibuktikan dengan adanya agama-agama di dunia kuno.  Manusia memiliki benih agama, akan tetapi kesadaran itu menjadi tidak terang dan tidak jelas karena dosa.  Untuk itulah diperlukan penyataan khusus supaya manusia bisa sampai pada pengenalan sejati akan Allah.  Melalui penyataan khusus maka penyataan umum menjadi terang dan jelas lagi.


  Dalam perkembangan selanjutnya, kaum Rationalisme yang melanda Eropa pada abad ke XVII,  menempatkan penyataan umum di atas segalanya sehingga penyataan umum diidentifikasikan / disamakan dengan penyataan khusus.  Akal manusia dijadikan patokan satu-satunya untuk mengenal Allah.  Ajaran-ajaran yang bertentangan dengan akal disingkirkan, sehingga pada zaman ini kaum rationalisme mencoba menjadikan agama Kristen tidak lagi menjadi agama yang didasarkan pada penyataan khusus Allah tetapi mendasarinya dengan akal budi.  


  Sebagai reaksi atas Rationalisme Karl Barth berpendapat : ”penyataan umum itu tidak ada, yang ada hanyalah penyataan Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus.  Dalam hal ini Karl Barth melihat seluruh keseragaman manusia sebagai ”antiteshe” atau lawan dari dari penyataan Allah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar